Bersenang-Senang di Vang Vieng



Desa kecil di dekat ibukota Laos ini menjadi destinasi favorit para backpacker dari manca negara. Mereka datang untuk berpesta dan menikmati panorama indah sembari melakukan beragam aktivitas yang menyenangkan. Singkat kata Vang Vieng  memang tempatnya bersenang-senang dan bersantai



Desa Vang Vieng di Laos awalnya merupakan sebuah desa wisata yang memiliki pemandangan indah dan suasana tenang. Desa ini terletak di Provinsi Vientiane, sekitar empat jam perjalanan dari Ibu Kota Laos, Vientiane. Sejak dulu, desa ini memang telah menjadi pusat para backpacker dari Eropa dan Australia.

Dulu, setiap pekan pasti ada saja pembangunan guest house baru di Vang Vieng. Sehingga desa ini dipenuhi bar, kafe, serta penginapan yang setiap harinya memasang musik-musik keras. Alkohol, musik keras, dan atraksi air yang seru, menjadi daya tarik wisatawan di Vang Vieng. Kota ini terlihat seperti surga liburan para remaja, sebelum akhirnya dianggap terlalu berlebihan oleh pemerintah setempat.

Pemerintah Laos memutuskan untuk mengurangi aktivitas hedonis di Vang Vieng, dengan menutup 24 atraksi wisata di sungainya. Atraksi-atraksi ini ditutup karena tidak memiliki izin resmi, serta dianggap dapat membahayakan penggunanya karena minim pengawasan.
 Penutupan ini disusul kunjungan pengawasan dari tim yang terdiri dari pejabat Departemen Pariwisata, Kesehatan, dan Keamanan Publik Laos. Tim ini dikirim ke Vang Vieng untuk melihat masalah yang disebabkan gaya hidup hedonis di kota ini, mulai dari bar-bar yang menjual oabt-obatan terlarang hingga beberapa kematian wisatawan saat bersenang-senang di sungainya.
Vang Vieng memang digambarkan sebagai kota yang sangat 'liar'. Turis-turis asing mabuk-mabukan di jalanan, dan bermain atraksi air yang cukup membahayakan, seperti flying fox di atas sungai di kota ini. Sudah beberapa kali turis ditemukan tewas saat bermain di atraksi ini. Karena itulah, pemerintah menutup dan meminimalisir liarnya aktivitas kota ini. Beberapa bar akan ditutup, juga atraksi wisata yang tidak memiliki sistem pengamanan yang sesuai.

Kota rahasia Long Cheng

Setelah penertiban Vang Vieng berganti wajah, kini tak lagi liar namun tetap menyenangkan. Penasaran dengan cerita Vang Vieng, saya dan teman pun memutuskan untuk mengunjunginya setelah puas berwisata di Vientiane. Sekitar pukul 07.30 waktu Laos, kendaraan jemputan sudah tiba di hotel, dan resepsionis membangunkan kami untuk segera bersiap-siap. Ternyata lokasi pemberhentian bus ke Van vieng itu tidak terlalu jauh dari hotel kami menginap sekitar 250 meter atau tepatnya di tepi Sungai Mekong yang berdekatan dengan Patung Chao Anouvong - Laos' last king yang kata warga setempat patung itu untuk menunjukkan bagaiamana heroisme warga Lao ---penyebutan warga lokal--- pasalnya patung itu menunjuk ke wilayah Thailand di seberang sungai bersejarah itu.

Berbekalkan backpack, jadi kami tidak perlu susah payah seperti backpacker lainnya yang mengepak bawaannya di dalam bagasi. Dan tidak lama kemudian bus pun meluncur mengikuti ruas jalan yang menghubungkan Vientiane menuju Vangvieng. Perjalanan menuju Vang vieng cukup berkelok-kelok, namun kami cukup terhibur dengan panorama pepohonan dan canda ria sesama backpacker yang berasal dari manca negara.
     Setelah menempuh empat jam perjalanan, kami pun tiba di Terminal Vangvieng pukul 14.00 WIB. Sebenarnya sudah ada kendaraan khusus untuk mengangkut para turis, namun kami sengaja berjalan kaki untuk melihat dari dekat suasana kawasan yang mirip daerah Lembang, Jawa Barat.
     Namun aroma geografis mirip Negeri Tirai Bambu, memang sudah terasa saat bus mendekati Vang Vieng yang dapat terlihat dari untaian gunung kapur yang terputus-putus mirip seperti di film-film kungfu mandarin.

    Check point pertama yang kami tuju adalah tempat makan, maklum perut sudah meronta minta diisi. Lapar membawa langkah kami di sebuah restoran Pakistan yang bertanda halal. Kami memesan kopi dan nasi khas Pakistan berlauk daging. Sembari makan kami menyaksikan pemandangan Van Vieng yang mengingatkan pada suasana Malioboro Yogyakarta, sepanjang jalan dipenuhi cafe dan pub serta restoran. Suasana mancanegara sangat terasa, dengan banyaknya turis yang berlalu lalang dengan tingkah polahnya yang unik.    

     Setelah badan segar dan perut kenyang kami memutuskan untuk menyusuri kota Vangvieng hingga sampai di sudut kota yang menyerupai bekas landasan pacu pesawat. Menurut catatan sejarah, Vangvieng adalah tempat lapangan terbang saat perang Vietnam.Dalam buku The Ravens: Pilots of the Secret War of Laos yang dtulis oleh  Christopher Robbins disebutkan agen rahasia Amerika Serikat (AS), CIA membangun kota rahasia Long Cheng di pinggiran kota tersebut. Pembangunannya dilakukan dengan gerilyawan suku Hmong, Amerika guna mengendalikan perang melawan bangsa Laos dan Vietnam dari Long Cheng ini.
Saat itu pesawat terbang milik AS pada 1969, sibuk bolak balik untuk melakukan misi pengeboman untuk menghentikan laju komunisme di kawasan Indochina itu. Jika melihat bentangan alam yang ada, memang cocok sekali kawasan tersebut menjadi pangkalan udara dengan perbukitan yang tidak terlalu tinggi di kiri kanannya.

     Bayangan kami pun berputar ke masa Perang Vietnam yang menggambarkan bagaimana "keheroan" prajurit Paman Sam melalui film "Tour of Duty" dengan soundtracknya tembang "Painted Black" Rolling Stones ---meski pada akhirnya kalah dari para prajurit Vietkong---. Namun kondisi sisa pangkalan AS itu, saat ini sudah tidak terawat. Sekarang bekas pangkalan ini dijadikan pasar malam yang menjual aneka souvenir dan atribut yang kebanyakan “peninggalan” tentara AS.

Tawarkan wisata petualangan.

Menjelang sore,kami mencari penginapan yang banyak tersedia di sepanjang kawasan Vang Vieng. Kami memutuskan bermalam di Paradise View guest house. Pemiliknya bernama Mrs. Chan yang ramah, bahasa Inggrisnya pun lumayan lancar. Kami beruntung mendapatkan kamar dengan harga hemat (sekitar 15$) dan bonus panorama pegunungan dan sungai Nam song yang menakjubkan.

Keesokan harinya, kami menikmati sarapan roti baguette alias roti panjang khas Perancis yang diisi omelet. Ya, sebagai negara bekas jajahan Perancis budaya mengkonsumsi baguette masih melekat di penduduk lokal Laos. Entah sebagai makanan utama atau sebagai cemilan, penduduk lokal sering membeli sekantung baguette saat perjalanan bus yang cukup panjang. Harga baguette polos hanya 1000-2000 kip. Baguette juga banyak dijual kepada turis di kota-kota yang cukup ramai dikunjungi turis. Baguette sangat mudah dikombinasikan isinya, bisa dengan yang manis-manis seperti pisang dan selai kacang atau Nutella, maupun yang savory seperti omelet, ayam, ataupun tuna tak lupa dengan saladnya. Baguette yang sudah diisi harganya sekitar 10000-20000 kip tergantung lokasi penjualnya.



Setelah sarapan kami bersiap menikmati activity outdoor. Hari itu kami mencoba paket tubing dan kayaking. Untuk main tubing ini kita harus sewa ban seharga 55,000 kip. Kami berjalan kaki menyusuri pedesaan dan sawah-sawah menuju sungai lokasi tubing. Di pinggir sungai, ban kami lepaskan dan kita duduk di atasnya, operator membantu kami menarik ban ke aliran sungai yang deras sehingga kami bisa melaju. Kami mengikuti arus sungai, berbasah-basahan melewati pemandangan alam nan rupawan.
Perjalanan makin mengasikan saat kami memasuki gua yang indah dengan stalakmit dan stalaktitnya. Di gua airnya lumayan dangkal jadi kami bisa berjalan-jalan di dalamnya. Puas mengagumi keindahan gua, kami kembali menggunakan ban menyusuri sungai hingga di batas air yang dangkal dan berbatu. Sekitar satu jam kami menyelesaikan sesi tubing.

Sebelum berlanjut aktivitas mendayung menggunakan kayak/perahu karet, kami makan siang dulu. Roti baguette isi ayam dan buah-buahan jadi sumber energi mengarungi sungai Nam song sepanjang 6 km. Mendayung sejauh itu memang melelahkan, namun sepadan dengan sensasi dan keindahan panorama yang ditawarkan. Kami juga sempat jeda di salah satu ‘warung’ di sepanjang sungai sekedar untuk minum atau makan makanan ringan.

Tak terasa kami pun tiba di ujung sungai tempat terakhir pendayungan yang dekat penginapan. Sebenarnya masih banyak aktivitas outdoor yang ingin kami coba, seperti   panjat tebing, bersepeda atau naik balon udara. Tapi sepertinya kami harus menunggu esok untuk memulihkan stamina. Sisa hari pun kami habiskan untuk bersantai di restoran pinggir jalan yang nyaman dengan tempat duduk lesehan yang dilengkapi bantal-bantal besar. Makan dan minum sembari menonton aktivitas orang-orang di van vieng, bercengkrama dengan sesama backpacker atau tertawa lepas menonton TV yang memutarkan sitcom jadul: Seinfield, FRIENDS, South Park dan Family Guy. Hm.. Vang Vieng memang surganya bersantai dan bersenang-senang!:)







(artikel ini pernah dimuat di majalah Muslimah)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Liburan Seru di Bangkok, Beli Apa Saja Bisa Bayar Pakai QRIS!

Welcome home

Taman Surgawi Al Hambra