Dwiki Dharmawan dan Spiritual Jazz


    Nama Dwiki Dharmawan memang tak bisa dilepaskan dari dunia jazz. Sejak usia 14 tahun, Dwiki sudah menampakkan ketertarikannya dengan musik jazz. Ia pernah berguru pada musisi Elfa Secioria di kota Bandung pada 1980-an dan kemudian bergabung pada band Elfa. Pada 1985, suami dari penyanyi Ita Purnamasari ini membentuk Krakatau Band bersama dengan Pra B. Dharma, Dony Suhendra dan Budi Haryono. Krakatau Band merupakan kelompok musik jazz rock fusion yang berhasil menembus panggung jazz dunia dan melawat ke Amerika, Eropa dan Australia. Melalui grup musik ini, Dwiki menyabet penghargaan sebagai The Best Keyboard Performance Yamaha Light Music Contest 1985 di Tokyo Jepang.
    Tahun 2000, Dwiki bersama penyanyi kasidah Haddad Alwi merilis album religius berjudul The Love for The Messenger. Album ini berisi lagu-lagu tradisional berbahasa Arab yang biasa didengar di pesantren-pesantren. Liriknya berupa puji-pujian kepada Rasulullah dan para sahabat. Khazanah tradisional ini di tangan Dwiki menjelma menjadi komposisi yang megah dengan iringan orkestra The Victoria Philharmonic Orchestra. Melalui album ini, Dwiki mengangkat kelas musik kasidah sejajar dengan musik orkestra dalam disiplin musik Barat.
    Keterlibatan Dwiki dalam album religius tersebut, ternyata membawa gairah baru dalam bermusiknya. Dwiki bersama kelompok musik Krakatau belakangan semakin intens mengeksplorasi musik tradisi. Di luar Krakatau, dia meneliti seni melantunkan pujian asma Allah Asmaul Husna. Pada setiap daerah, didapatkannya gaya pujian yang berbeda. Banten, Aceh, Sunda, Banjar, Minang, Betawi, Sunda, dan lainnya mempunyai gaya yang khas. Dwiki akan merangkum berbagai gaya itu dalam sebuah album. Untuk album tersebut ia akan melibatkan Ikatan Persaudaraan Qori dan Qoriah (Ipqoh).
    “Kedekatan” Dwiki dengan musik religius membuat dia sering diminta tampil di acara keagamaan, seperti Festival Muharram. Di acara Muharram 1725/2004 yang diselenggarakan oleh Graha Bakti Budaya Taman Ismail Marzuki (TIM) dan Organisasi Masyarakat (Ormas) Islam ini, Dwiki mengajak musisi Aceh untuk berkolaborasi dengan musisi jazz. Dalam pagelaran musik itu, Dwiki mencoba memasukkan unsur doa dan rebana. Itulah awal terciptanya spiritual jazz. Sebutan itu sejatinya dilontarkan pertamakali oleh Embi C. Noor (penata musik dan ilustrator film)  dan diperkuat oleh Din Syamsudin (Ketua MUI Jakarta). 
    Menurut Dwiki, spiritual jazz adalah musik jaz yang bisa membangkitkan spirit dan lahir dari kesungguhan hati. Artinya apapun jenis musiknya asalkan digarap dengan kesungguhan hati bisa disebut sebagai musik spiritual. Dan musik spiritual itu bukan hanya yang syairnya berisi tentang ketuhanan tapi bisa mencakup segala hal, seperti  kecintaan terhadap bangsa, sesama dan lingkungan. Melalui musik, kita bisa mengharumkan nama bangsa di mata internasional dan mewakili bangsa kita yang tengah terpuruk ini. (Laily)


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Liburan Seru di Bangkok, Beli Apa Saja Bisa Bayar Pakai QRIS!

Taman Surgawi Al Hambra

Welcome home